KOTA MALANG - Dua dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA-UB) menjadi kontributor pada Encyclopedia of Tourism Management dan Marketing. Yakni Muhammad Rosyihan Hendrawan, S.IP., M.Hum dan Aniesa Samira Bafadhal, S.A.B., M.AB. Ensiklopedia terbitan penerbit terkemuka di dunia Edward Elgar dari United Kingdom (UK) ini memuat ragam topik interdisipliner khususnya terkait bidang Pariwisata.
Pada ensiklopedia tersebut, mereka berkontribusi memasukkan dua entri. Pertama “Virtual Museum”, yang merupakan tulisan kolaborasi mereka berdua. Kedua, “Muslim Health Tourism” yang ditulis oleh Aniesa.
Ditemui Prasetya Online Senin (17/10/2022), Muhammad Rosyihan Hendrawan menyampaikan, entri yang mereka masukkan merupakan hasil kajian lapangan dan luaran penelitian mereka selama beberapa tahun terkahir yang didanai oleh hibah riset UB dan FIA-UB.
Muhammad Rosyihan Hendrawan, S.IP., M.Hum
Virtual Museum yang ditulis Hendrawan dan Aniesa menjelaskan bahwa museum merupakan salah satu jantung peradaban yang disebut dengan institusi memori atau institusi warisan budaya yang dapat dikelola dengan edukatif dan rekreatif.
“Nilai dari museum tidak bisa hanya diukur melalui kelangkaan dan kelengkapan koleksi di dalam dinding ruangan, tetapi melebihi hal itu, museum harus dapat memiliki kemampuan yang mendukung aksesibilitas, ketahanan memori kolektif masyarakat, hingga mendukung pariwisata sejarah dan budaya yang inklusif, ” jelas dosen S1 Ilmu Perpustakaan ini.
Baca juga:
LPPM Adakan Pelatihan Penilai AMDAL
|
Para penulis dalam entri ini mengidentifikasi dan mengelompokkan berbagai konsep, praktik, karakteristik, dan jenis implementasi virtual museum dari berbagai berbagai museum di dunia.
Aniesa Samira Bafadhal, S.A.B., M.AB
Sementara itu, Muslim Health Tourism atau Pariwisata Kesehatan Muslim yang ditulis Aniesa merupakan konsep wisata yang mematuhi ajaran (sunnah) yang diberikan oleh Nabi Muhammad tentang pencegahan penyakit, pengobatan dan kebersihan yang berasal dari Al-Qur’an dan Al-Hadits yang diadopsi dalam konsep populer Thibbun Nabawi (Pengobatan ala Nabi), dan dapat bersifat inovasi modern selama tidak melanggar Ijmāʿ dan Qiyas ulama.
Disampaikan Aniesa, terdapat dua pengelompokkan konsep dan praktik di bawah payung Muslim Health Tourism, yaitu Muslim Wellness Tourism dan Muslim Medical Tourism. Muslim Wellness Tourism merupakan pariwisata kesehatan bersifat preventif untuk mencegah penyakit seperti salon dan spa syariah dan olah raga sunnah. Sedangkan Muslim Medical Tourism merupakan pariwisata kesehatan yang memiliki sifat kuratif untuk mengobati penyakit, seperti wisata pengobatan alternatif seperti al-hijamah (cupping), wisata kuliner herbal, dan wisata tindakan medis seperti circumcision dan lain sebagainya.
“Pengorganisasian layanan dan pemasaran inklusif layanan kesehatan terhadap umat Muslim tidak hanya sekedar isu penting untuk umat Muslim sendiri, tetapi juga perlu dipandang sebagai bagian dari upaya pencapaian kesehatan masyarakat dunia, ” ungkap dosen S1 Pariwisata ini.
Encyclopedia of Tourism Management dan Marketing
Kedua tulisan tersebut lolos setelah melalui proses seleksi dan kurasi ketat selama hampir dua tahun, sejak 2021, dengan dieditori langsung oleh pakar Sistem Informasi Pariwisata dunia dari Bournemouth University Business School, UK yaitu Prof. Dimitrios Buhalis, Ph.D dan tim dari penerbit Edward Elgar.
Ensiklopedia ini terdiri dari empat volume, 3528 halaman, 1250 entri, dan total 1500 kontributor yang lolos tulisannya dari seluruh dunia. Buku ini resmi terbit pada bulan Agustus 2022 dan diluncurkan pada bulan September 2022. Ensiklopedia ini diluncurkan dalam dua format, yakni elektronik dan cetak.
“Ini merupakan sebuah berkah untuk kami, serta merupakan hasil dukungan pimpinan. Kami berharap pimpinan terus mendukung para dosen untuk melakukan riset secara tematik sesuai minat, ” ujar Hendrawan.
Ke depannya, Hendrawan berharap manajemen data riset di kampus tidak hanya terdokumentasi, tetapi dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.
“Di UB saat ini perlu ada inisiasi, kebijakan dan tata kelola yang lebih baik dalam mengelola memori kolektif UB, melalui lembaga atau institusi memori yang dimiliki UB seperti museum, galeri, perpustakaan, pusat arsip dan dokumentasi. Memori kolektif tersebut bukan hanya dalam bentuk teks saja, tetapi semua media dan sarana himpunan pengetahuan eksplisit atau terekam, mencakup audio visual, citra, dan bahkan objek digital yang ditulis oleh sivitas UB atau yang ditulis oleh pihak luar UB tentang UB. Hal ini diperlukan agar UB tidak kehilangan identitasnya, dapat diakses oleh sivitas UB dan masyarakat umum, meskipun terjadi pergantian pimpinan atau struktur organisasi, ” pungkas Hendrawan. (Irene)